Sabtu, 13 Maret 2010

PENYEBAB GLOBAL WARMING

PENYEBAB GLOBAL WARMING SELAIN EFEK RUMAH KACA

  1. Efek umpan balik

Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat. Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.


  1. Variasi Matahari

Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh matahari. Mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.


  1. Peternakan

Pada tahun 2006, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengeluarkan laporan “Livestock’s Long Shadow” dengan kesimpulan bahwa sektor peternakan merupakan salah satu penyebab utama pemanasan global. Sumbangan sektor peternakan terhadap pemanasan global sekitar 18%, lebih besar dari sumbangan sektor transportasi di dunia yang menyumbang sekitar 13,1%. Selain itu, sektor peternakan dunia juga menyumbang 37% metana (72 kali lebih kuat daripada CO2 selama rentang waktu 20 tahun), dan 65% nitro oksida (296 kali lebih kuat daripada CO2).

Bagian dari sektor peternakan yang menyumbang emisi gas rumah kaca menurut FAO:

1. Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak

a. Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan pupuk menyumbang 41 juta ton CO2 setiap tahunnya.

b. Penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per tahunnya (misal diesel atau LPG).

c. Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang 2,4 milyar ton CO2 per tahunnya.

d. Karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak, dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya.

e. Karbon yang terlepas dari padang rumput karena terkikis menjadi gurun menyumbang 100 juta ton CO2 per tahunnya.

2. Emisi karbon dari sistem pencernaan hewan

a. Metana yang dilepaskan dalam proses pencernaan hewan dapat mencapai 86 juta ton per tahunnya.

b. Metana yang terlepas dari pupuk kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton per tahunnya.

3. Emisi karbon dari pengolahan dan pengangkutan daging hewan ternak ke konsumen

a. Emisi CO2 dari pengolahan daging dapat mencapai puluhan juta ton per tahun.

b. Emisi CO2 dari pengangkutan produk hewan ternak dapat mencapai lebih dari 0,8 juta ton per tahun.


Efek Rumah Kaca

Dalam laporan terbaru, Fourth Assessment Report, yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), satu badan PBB yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, terungkap bahwa 90% aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet kita semakin panas. Sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir. Tidak main-main, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer bumi itu tertinggi sejak 650.000 tahun terakhir. IPCC juga menyimpulkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, seperti karbon dioksida, metana, dan nitro oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah secara drastis menaikkan suhu bumi. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah banyak dan menyumbang pada pemanasan global.


Sumber Efek Rumah Kaca


  1. Pembangkit Energi

Sektor energi merupakan sumber penting gas rumah kaca, khususnya karena energi dihasilkan dari bahan bakar fosil, seperti minyak, gas, dan batu bara, di mana batu bara banyak digunakan untuk menghasilkan listrik. Sumbangan sektor energi terhadap emisi gas rumah kaca mencapai 25,9%.


  1. Industri

Sumbangan sektor industri terhadap emisi gas rumah kaca mencapai 19,4%. Sebagian besar sumbangan sektor industri ini berasal dari penggunaan bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik atau dari produksi C02 secara langsung sebagai bagian dari pemrosesannya. Hampir semua emisi gas rumah kaca dari sektor ini berasal dari industri besi, baja, kimia, pupuk, semen, kaca dan keramik, serta kertas.


  1. Pertanian

Sumbangan sektor pertanian terhadap emisi gas rumah kaca sebesar 13,5%. Sumber emisi gas rumah kaca pertama-tama berasal dari pengerjaan tanah dan pembukaan hutan. Selanjutnya, berasal dari penggunaan bahan bakar fosil untuk pembuatan pupuk dan zat kimia lain. Penggunaan mesin dalam pembajakan, penyemaian, penyemprotan, dan pemanenan menyumbang banyak gas rumah kaca. Dan terakhir, emisi gas rumah kaca berasal dari pengangkutan hasil panen dari lahan pertanian ke pasar.


  1. Alih Fungsi Lahan dan Pembabatan Hutan

Sumber lain C02 berasal dari alih fungsi lahan di mana ia bertanggung jawab sebesar 17.4%. Pohon dan tanaman menyerap karbon saat hidup. Ketika pohon atau tanaman membusuk atau dibakar, sebagian besar karbon yang disimpan dilepaskan kembali ke atmosfer. Pembabatan hutan juga melepaskan karbon yang tersimpan di dalam tanah. Bila hutan itu tidak segera direboisasi, tanah itu kemudian akan menyerap jauh lebih sedikit CO2.


  1. Transportasi

Sumbangan seluruh sektor transportasi terhadap emisi gas rumah kaca mencapai 13,1%. Sektor transportasi dapat dibagi menjadi transportasi darat, laut, udara, dan kereta api. Sumbangan terbesar terhadap perubahan iklim berasal dari transportasi darat (79,5%), disusul kemudian oleh transportasi udara (13%), transportasi laut (7%), dan terakhir kereta api (0,5%).


  1. Hunian dan Bangunan Komersial

Sektor hunian dan bangunan bertanggung jawab sebesar 7,9%. Namun, bila dipandang dari penggunaan energi, maka hunian dan bangunan komersial bisa menjadi sumber emisi gas rumah kaca yang besar. Misalnya, penggunaan listrik untuk menghangatkan dan mendinginkan ruangan, pencahayaan, penggunaan alat-alat rumah tangga, maka sumbangan sektor hunian dan bangunan bisa mencapai 30%. Konstruksi bangunan juga mempengaruhi tingkat emisi gas rumah kaca. Sebagai contohnya, semen, menyumbang 5% emisi gas rumah kaca.


  1. Sampah

Limbah sampah menyumbang 3,6% emisi gas rumah kaca. Sampah di sini bisa berasal dari sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Sampah (2%) atau dari air limbah atau jenis limbah lainnya (1,6%). Gas rumah kaca yang berperan terutama adalah metana, yang berasal dari proses pembusukan sampah tersebut.


Daftar Pustaka

  1. http://infopemanasanglobal.wordpress.com/

  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global


Siklus Barium

Nama: Suci Amelia

NIM : H1E109004

Prodi : Teknik Lingkungan


Analisis Siklus Barium


  1. Terdapatnya Barium

Nama barium berasal dari Yunani barys (βαρύς), yang berarti "berat". Ini menggambarkan kepadatan yang tinggi dari beberapa barium umum yang mengandung bijih. Banyaknya barium adalah 0,0425% di kerak bumi dan 13 μg / L dalam air laut.

Barium (Ba) termasuk logam berat yang berwarna putih perak seperti timah. Barium adalah salah satu logam bumi alkalin. Permukaan logam barium ditutupi dengan lapisan tipis oksida yang membantu melindungi logam dari serangan udara. Barium adalah suatu unsur kimia logam yang menyerupai kalsium tetapi lebih reaktif. Barium tidak pernah ditemukan di alam dalam bentuk murni karena sifatnya reaktifitas atau cepat mengoksidasi di udara. Barium juga bereaksi dengan air dan karbon dioksida dan tidak ditemukan sebagai mineral. Barium paling sering ditemukan sebagai Barite (Baso 4) dan witherite (Baco 3).

Logam terutama ditemukan dalam, dan diambil dari, Barite. Karena begitu larut, hal itu tidak dapat digunakan langsung untuk persiapan senyawa barium lain, atau barium logam. Sebaliknya, bijih dipanaskan dengan karbon untuk mengurangi ke barium sulfida:

BaSO 4 + 2 C → BaS + 2 CO 2 Baso 4 + 2 C → Bas + 2 CO 2

Barium sulfida ini kemudian dihidrolisis dengan asam untuk membentuk senyawa barium lain, seperti klorida, nitrat, dan karbonat.


Barium secara komersial dihasilkan melalui elektrolisis lelehan barium klorida ( BaCl 2 ):

Ba 2+ + 2 e → Ba (Katoda)

2 Cl → Cl 2 (g) + 2 e (Anoda)

Logam barium juga diperoleh dengan pengurangan barium oksida dengan dibagi halus aluminium pada suhu antara 1100 dan 1200 ° C:

4 BaO + 2 Al → BaO·Al 2 O 3 + 3 Ba (g) 4 BaO + 2 Al → BaO · Al 2 O 3 + 3 Ba (g)

  1. Penggunaan Barium

Logam barium telah digunakan beberapa industri, yang secara historis telah digunakan untuk mengeruk sampah untuk mencari udara dalam tabung vakum. Sejumlah kecil senyawa barium digunakan dalam cat dan gelas.

Yang paling penting dalam penggunaan unsur barium adalah sebagai penghapus jejak-jejak terakhir oksigen dan gas lainnya di televisi dan tabung elektronik lainnya. Selain itu, sebuah isotop barium, 133 Ba, secara rutin digunakan sebagai sumber standar dalam kalibrasi sinar gamma detektor dalam studi fisika nuklir.

Barium adalah komponen penting dari YBCO superkonduktor. Paduan dari barium dengan nikel digunakan dalam busi kawat. Barium oksida digunakan dalam lapisan untuk elektroda dari lampu neon, yang memfasilitasi pelepasan elektron.

Senyawa barium, terutama Barite (Baso 4), sangat penting untuk industri minyak bumi.

  1. Dampak Barium

Logam berat bersifat tahan urai, sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai bahaya terhadap kesehatan. Bahaya barium (Ba) bagi kesehatan manusia yaitu, dalam bentuk serbuk, mudah terbakar pada temperatur ruang. Dalam jangka panjang, dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan terganggunya sistem saraf.

Semua air atau asam larut senyawa barium beracun. Pada dosis rendah, barium bertindak sebagai stimulan otot, sedangkan dosis yang lebih tinggi mempengaruhi sistem syaraf, menyebabkan penyimpangan jantung, tumor, kelemahan, kegelisahan, dyspnea dan kelumpuhan. Hal ini mungkin karena kemampuannya untuk memblokir kanal ion kalium yang sangat penting untuk fungsi yang tepat dari sistem saraf

Barium senyawa, jarang ditemui oleh kebanyakan orang. Semua senyawa barium dianggap sangat beracun meskipun bukti awal muncul untuk menunjukkan bahaya terbatas. Garam barium dapat merusak hati. Menghirup debu yang mengandung senyawa barium dapat terakumulasi dalam paru-paru sehingga menyebabkan kondisi yang disebut baritosis. Debu logam menyajikan bahaya kebakaran dan ledakan, dan barium bubuk dapat menyala secara spontan di udara.

Logam barium harus disimpan di bawah cairan berbasis petroleum (seperti minyak tanah) atau lain yang sesuai oksigen bebas-cairan yang mengeluarkan udara.


DAFTAR PUSTAKA

http://k4rti3k4.student.umm.ac.id/about/

diakses pada tanggal 25 februari 2010


http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.crystran.co.uk/barium-fluoride

diakses pada tanggal 27 februari 2010


http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.webelements.com/barium/atom_sizes.html&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjpGGEoLxXnPfN-ylEXX99YGCpgEQ

diakses pada tanggal 27 februari 2010


DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane)

DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane)


DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane) adalah salah satu pestisida sintetis. Ini merupakan bahan kimia yang panjang, unik, kontroversial. DDT disintesis oleh Paul Hermann Muller (1899-1965) dari Swiss pada tahun 1934. Semasa Perang Dunia II, DDT dipandang sebagai “dewa penolong” yang menyelamatkan prajurit dari serangan malaria. Dengan dosis kecil dari DDT maka hampir semua jenis serangga dapat dibunuh dengan cara mengganggu sistem sarafnya. Pada waktu itu, DDT dianggap sebagai alternatif murah dan aman sebagai jenis insektisida bila dibandingkan dengan senyawa insektisida lainnya yang berbasis arsenik dan raksa. Sayangnya, tidak seorangpun yang menyadari kerusakan lingkungan yang meluas akibat pemakaian DDT (Tomi Rustamiaji, 2008).

Sepanjang tahun 1950-an, DDT digunakan di seluruh dunia untuk memberantas serangga. Akan tetapi pada tahun 1960-an, DDT mulai menampakkan belangnya sebagai zat pencemar yang berbahaya. Serangga mulai resisten terhadap DDT (Krizano, 2009).

Residu DDT pada tanah diserap oleh rumput, lalu rumput dimakan sapi, dan air susu yang diperas dari sapi diminum oleh manusia. Ternyata DDT yang sukar terurai itu menimbulkan bahaya dalam tubuh manusia, antara lain: merusak sel saraf dan menghambat metabolisme kalsium yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Bahkan ada bayi yang meninggal karena keracunan DDT ketika menghisap susu ibunya. Serangga yang resisten dan banyak mengandung DDT dalam tubuhnya ternyata dapat meracuni burung yang memakan serangga tersebut. Itulah sebabnya banyak negara yang telah melarang pemakaian DDT atau sangat berhati-hati dalam penggunaan insektisida tersebut (Krizano, 2009).

Pestisida lain yang kini banyak dipakai adalah ester metil karbamat, yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Dalam bidang industri, metil karbonat diperoleh dengan cara mereaksikan gas metal isosianat dan air (Krizano, 2009).

Pada tahun 1962, telah diterbitkan buku Silent Spring oleh American biologi Rachel Carson, yang berisi dampak lingkungan dari sembarangan penyemprotan DDT di Amerika Serikat dan pertanggungjawaban logika yang melepaskan banyak bahan kimia ke dalam lingkungan tanpa pemahaman mereka terhadap ekologi atau kesehatan manusia. Buku itu mengatakan bahwa DDT dan pestisida dapat menyebabkan kanker dan pertanian yang mereka gunakan merupakan ancaman bagi satwa liar, terutama burung. Silent Spring akhirnya membuat masyarakat menyadari bahwa DDT pantas dilarang di AS pada 1972. DDT kemudian dilarang digunakan untuk pertanian di seluruh dunia di bawah Konvensi Stockholm (Wikipedia).

Pada bulan Juli 1998, perwakilan dari 120 negara bertemu untuk membahas suatu fakta PBB yang melarang penggunaan DDT sebagai insektisida dan 11 bahan kimia lainnya secara global pada tahun 2000. Amerika Serikat dan negara-negara industri lain menyetujui pelarangan ini karena bahan-bahan kimia ini adalah senyawa kimia yang persisten dimana senyawa-senyawa ini dapat terakumulasi dan merusak ekosistem alami dan memasuki rantai makanan manusia. Namun banyak negara tidak setuju dengan pelarangan DDT secara global karena DDT digunakan untuk mengkontrol nyamuk penyebab malaria. Malaria timbul di 90 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab kematian dalam jumlah besar terutama daerah ekuatorial Afrika (Tomi Rustamiaji, 2008).

Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 2,5 juta orang tewas setiap tahun akibat malaria dan ini kian terjadi di berbagai belahan dunia. Namun karena DDT begitu efektif dalam mengontrol nyamuk penyebab malaria, banyak ahli berpikir bahwa insektisida menyelamatkan lebih banyak jiwa dibandingkan bahan kimia lainnya (Tomi Rustamiaji, 2008).

DDT adalah insektisida organochlorine, mirip dalam struktur dicofol dan pestisida methoxychlor, sangat hydrophobic. DDT hampir tidak larut dalam air tetapi akan larut dengan baik pada larutan organik, fats, dan minyak. DDT tidak terjadi secara alami, namun dihasilkan oleh reaksi dari khloral (CCl3CHO) dengan chlorobenzene (C6H5Cl) di hadapan sulfuric acid, yang bertindak sebagai katalisator (Wikipedia).

Seperti yang terlihat pada diagram, DDT (diklorodifeniltrikloroetana) adalah senyawa hidrokarbon terklorinasi. Tiap heksagon dari struktur ini terdapat gugus fenil (C6H5-) yang memiliki atom klor yang mengganti satu atom hidrogen. Namun, perubahan kecil pada struktur molekularnya dapat membuat hidrokarbon terklorinasi ini aktif secara kimia (Tomi Rustamiaji, 2008).

Sebagai suatu senyawa kimia yang persisten, DDT tidak mudah terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Ketika DDT memasuki rantai makanan, ini memiliki waktu paruh hingga delapan tahun, yang berarti setengah dari dosis DDT yang terkonsumsi baru akan terdegradasi setelah delapan tahun. Ketika tercerna oleh hewan, DDT akan terakumulasi dalam jaringan lemak dan dalam hati. Karena konsentrasi DDT meningkat saat ia bergerak ke atas dalam rantai makanan, hewan predator lah yang mengalami ancaman paling berbahaya. Populasi dari bald eagle dan elang peregrine menurun drastis karena DDT menyebabkan mereka menghasilkan telur dengan cangkang yang tipis dimana telur ini tidak akan bertahan pada masa inkubasi. Singa laut di lepas pantai California akan mengalami keguguran janin setelah memakan ikan yang terkontaminasi (Tomi Rustamiaji, 2008).

Dengan memanipulasi molekul DDT dalam cara ini, kimiawan berharap untuk mengembangkan suatu insektisida yang efektif namun ramah lingkungan, dimana senyawa in akan mudah terdegradasi. Namun disaat bersamaan, para peneliti sedang menyelidiki cara lain untuk mengkontrol populasi nyamuk. Salah satu caranya adalah penggunaan senyawa menyerupai hormon yang menyebabkan nyamuk mati kelaparan, hingga dapat mengurangi populasinya hingga dapat mengurangi penyebaran malaria (Tami Rustamiaji, 2008).

CH3 - N = C = O + H2O CH3 - NH – COOH

metil isosianat metil karbamat (Krizano, 2009).

Agar kerjanya lebih ampuh, atom H pada gugus karboksil dapat diganti oleh gugus lain. Obat nyamuk di Indonesia umumnya mengandung salah satu turunan metil karbamat, yaitu isopropoksifenil metil karbamat (Krizano, 2009).

Akan tetapi, industri metil karbonat dapat menimbulkan bahaya jika para pekerja pabriknya ceroboh. Bahan bakunya, gas metil isosianat, sangat beracun. Pada bulan Desember 1984, pabrik insektisida di Bhopal, India, mengalami kebocoran tangki metil isosianat. Gas beracun ini menyebar ditengah malam ke segenap pelosok Bhopal, menewaskan 2.500 penduduk yang sedang tidur dan puluhan ribu orang yang keracunan gas itu menderita kebutaan atau gangguan saraf. Jelaslah bahwa pestisida selain sangat berguna, juga dapat menimbulkan efek negatife yang tidak kita inginkan (Krizano, 2009).

Daftar Pustaka

http://en.wikipedia.org/wiki/DDT

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090302044634AAFvwpG

http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/ancaman_ddt_di_abad_21/

PPM dan PPB

  • Satuan ppm atau “Part per Million” 1 × 10–6 (Bagian per Sejuta Bagian).

Satuan ini sering digunakan untuk menunjukkan kandungan suatu senyawa dalam suatu larutan misalnya kandungan garam dalam air laut, kandungan polutan dalam sungai, atau kandungan iodium dalam garam. Konsentrasi ppm merupakan perbandingan antara berapa bagian senyawa dalam satu juta bagian suatu sistem, contoh: 200 ppm = 200 dalam sejuta / parts per million. Satuan ppm digunakan untuk mengukur konsentrasi zat yang sangat rendah.

Parts Per Million (ppm) = milligrams per liter (mg/L).

1 mg / L = 1 ppm

Jadi kenapa 1PPM = 1 mg/liter, karena 1mg/liter = (10^-3 gram/1000 gram ) = 10^-6=1/1000000=1 PPM.


http://belajarkimia.com/definisi-ppm-part-per-million-atau-bagian-per-sejuta-bagian.

Diakses pada tanggal 18 februari 2010


  • Satuan ppb “bagian per miliar (1 x 10 -9)

Digunakan untuk mengukur konsentrasi suatu kontaminan dalam tanah dan sedimen. Dalam kasus 1 ppb sama dengan 1 µg per kg zat padat (µg/kg). Ppb juga kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan konsentrasi kecil dalam air, di mana 1 ppb adalah setara dengan 1 µg/l karena satu liter air beratnya kurang lebih 1000000 µg. Penggunaan ppb ini cendrung bertahap dalam mendukung µg/l. Selain itu, ppb sering digunakan untuk menggambarkan konsentrasi kontaminan di udara (sebagai fraksi volume). Dalam kasus ini konversi ppb untuk µg/m3 tergantung pada berat molekul dari kontaminan.

http://www.greenfacts.org/glossary/pqrs/parts-per-billion.htm.

Diakses pada tanggal 18 pebruari 2010

  • gram per liter (g / L) atau liter

Adalah satuan pengukuran konsentrasi massa (kimia) yang menunjukkan berapa banyak gram dari suatu zat yang ada dalam satu liter dari cairan atau campuran gas. Satuan ini bukan satuan SI karena mengandung satuan non-SI "liter". The SI unit of (mass) concentration is kilogram per cubic metre , which is numerically equivalent (1 g/L = 1 kg/m³). Satuan SI (massa) konsentrasi adalah kilogram per meter kubik, yang setara numerik (1 g / L = 1 kg / m³). Awalan SI sering diterapkan sehingga ada unit seperti miligram per liter (mg / L). When measuring concentration in water, parts per million is an older expression of mg/L, since one liter of water under standard conditions weighs one kilogram or one million milligrams. Ketika mengukur konsentrasi dalam air, bagian per juta adalah ungkapan yang lebih lama dari mg / L, karena satu liter air di bawah kondisi standar berat satu kilogram atau satu juta miligram. Miligram per liter sering digunakan dalam kedokteran dan juga digunakan di antara resep. For example you may be given a solution which involves one substance and another substance and one of the substances involves adding water then it would state: " 10 mg/L water and ..." Sebagai contoh, kita diberi solusi yang melibatkan satu substansi dari zat lain dan salah satu dari zat-zat melibatkan penambahan air yang akan menjadi: "10 mg / L air”.

http://en.wikipedia.org/wiki/Gram_per_litre.

diakses pada tanggal 18 pebruari 2010


  • Satuan ppt atau part per trillion (1 × 10–12)

  • Satuan ppq atau part per quadrillion (1 × 10–15)


PPM=Part per Million adalah satuan yang tak berdimensi, sama dengan:

1 percent = 1/100

1 permil = 1/1000

1 PPM = 1/1000000

http://en.wikipedia.org/wiki/Talk:Parts-per_notation

diakses pada tanggal 18 pebruari 2010

Konversi satuan percent, ppm, ppb, ppt.

1,000,000ppm

=

100 %

100,000 ppm

=

10 %

10,000 ppm

=

1 %

1000 ppm

=

0.1 %

100 ppm

=

0.01 %

10 ppm

=

0.001 %

1 ppm

=

0.0001 %




1000 ppb

=

1 ppm

100 ppb

=

0.1 ppm

10 ppb

=

0.01 ppm

1 ppb

=

0.001 ppm




1000 ppt

=

0.001 ppm

100 ppt

=

0.0001 ppm

10 ppt

=

0.00001 ppm

1 ppt

=

0.000001 ppm




1000 ppt

=

1 ppb

100 ppt

=

0.1 ppb

10 ppt

=

0.01 ppb

1 ppt

=

0.001 ppb