Sabtu, 13 Maret 2010

PP No. 82 tahun 2001

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 82 TAHUN 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

  1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil;

  2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara;

  3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya;

  4. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air;

  5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;

  7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;

  8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas-nya, dan atau fungsi ekologis;

  9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air;

  10. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan;

  11. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;

  12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah;

  13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;

  14. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair;

  15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;

  16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;

  17. Orang adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan hukum;

  18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.

Pasal 2

  1. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem.

  2. Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.

Pasal 3

Penyelenggaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

    1. Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.

    2. Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.

    3. Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada :

1. Sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung;

2. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan

3. akuifer air tanah dalam.

    1. Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

    2. Ketentuan mengenai pemeliharaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II

PENGELOLAAN KUALITAS AIR

Bagian Pertama

Wewenang

Pasal 5

  1. Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas batas negara.

  2. Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten/Kota.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten/Kota.

Pasal 6

Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Bagian Kedua

Pendayagunaan Air

Pasal 7

  1. Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota menyusun rencana pendayagunaan air.

  2. Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat.

  3. Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis.

Bagian Ketiga

Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air

Pasal 8

  1. Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :

  1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

  2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

  3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

  4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

  1. Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 9

    1. Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada :

  1. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

  2. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi.

  3. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota .

(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.

(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Keempat

Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air, Dan Status Mutu Air

Pasal 10

Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.

Pasal 11

  1. Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.

  2. Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.

Pasal 12

  1. Pemerintah Propinsi dapat menetapkan :

  1. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau

  2. tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).

  1. Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.

  2. Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 13

  1. Pemantauan kualitas air pada :

  1. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota;

  2. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten/Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota;

  3. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah.

  1. Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c.

  2. Pemantauan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

  3. Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.

  4. Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 14

(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan :

1. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;

2. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.

(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15

  1. Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran.

  2. Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahan-kan dan atau meningkatkan kualitas air.

Pasal 16

  1. Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.

  2. Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri.

Pasal 17

  1. Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dari dua atau lebih laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.

  2. Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium rujukan nasional.

BAB III

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Bagian Pertama

Wewenang

Pasal 18

  1. Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.

  2. Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaan air pada sumber air yang lintas Kabupaten/Kota.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pence-maran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten/Kota.

Pasal 19

Pemerintah dalam melakukan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/ Kota yang bersangkutan.

Pasal 20

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang :

    1. menetapkan daya tampung beban pencemaran;

    2. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;

    3. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;

    4. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;

    5. memantau kualitas air pada sumber air; dan

    6. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

Pasal 21

  1. Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.

  2. Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

  3. Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.

  4. Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 22

Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.

Pasal 23

  1. Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air.

  2. Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

  3. Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk :

1. pemberian izin lokasi;

2. pengelolaan air dan sumber air;

3. penetapan rencana tata ruang;

4. pemberian izin pembuangan air limbah;

5. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.

  1. Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagai-mana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Bagian Kedua

Retribusi Pembuangan Air Limbah

Pasal 24

  1. Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi.

  1. Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Bagian Ketiga

Penanggulangan Darurat

Pasal 25

Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penang-gulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.

Pasal 26

Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan.

BAB IV

PELAPORAN

Pasal 27

  1. Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.

  2. Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat :

    1. tanggal pelaporan;

    2. waktu dan tempat;

    3. peristiwa yang terjadi;

    4. sumber penyebab;

    5. perkiraan dampak.

  3. Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal

  4. diterimanya laporan, wajib meneruskannya kepada Bupati/Walikota/ Menteri.

  5. Bupati/Walikota/Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib segera melakukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air

  6. Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka Bupati/Walikota/Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran air serta dampaknya.

Pasal 28

Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati/Walikota/Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.

Pasal 29

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyampaikan laporannya kepada Bupati/Walikota/Menteri.

BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama Hak

Pasal 30

  1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.

  2. Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air.

  3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Kewajiban

Pasal 31

Setiap orang wajib :

  1. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)

  2. mengendalikan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).

Pasal 32

Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 33

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 34

  1. Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah.

  2. Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air.

  3. Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri.

  4. Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

BAB VI

PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN

PEMBUANGAN AIR LIMBAH

Bagian Pertama

Pemanfaatan Air Limbah

Pasal 35

  1. Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.

  2. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasar-kan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

  3. Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memperhatian pedoman yang ditetap-kan oleh Menteri.

Pasal 36

  1. Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah.

  2. Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :

  1. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;

  2. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan

  3. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

  1. Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.

  2. Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

  3. Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah.

  4. Penerbitan izin pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.

  5. Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Bagian Kedua

Pembuangan Air Limbah

Pasal 37

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menang-gulangi terjadinya pencemaran air.

Pasal 38

    1. Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin.

    2. Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan :

    1. kewajiban untuk mengolah limbah;

    2. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan;

    3. persyaratan cara pembuangan air limbah;

    4. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat;

    5. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;

    6. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan;

    7. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan;

    8. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan;

    9. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.

  1. Dalam penetapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.

Pasal 39

  1. Bupati/Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diizinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air.

  2. Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).

Pasal 40

  1. Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.

  2. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

Pasal 41

  1. Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air.

  2. Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :

    1. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;

    2. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan

    3. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

  1. Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.

  2. Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

  3. Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati/Walikota menerbitkan izin pembuangan air limbah.

  4. Penerbitan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.

  5. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memper-hatikan pedoman yang ditetapkan Menteri.

  6. Pedoman kajian pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri






Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air









No

Parameter

Satuan

Baku Mutu

Baku Mutu

Baku Mutu

Baku Mutu

Keterangan

Kelas I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

1

Temperatur

ºC

deviasi 3

deviasi 3

deviasi 3

deviasi 5

Deviasi tempratur dari keadaan alamianya

2

Residu Terlarut

mg/L

1000

1000

1000

2000

3

Residu Tersuspensi

mg/L

50

50

400

400

Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 5000 mg/L

KIMIA ANORGANIK

4

pH

-

apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

5

BOD5

mg/L

2

6

COD

mg/L

10

7

DO

mg/L

6

angka batas minimum

8

PO4-³ sebagai P

mg/L

0,2

9

NO3 sebagai N

mg/L

10

10

NH3-N

mg/L

0,5

Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yg peka ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3

11

NH2-N

mg/L

0,06

Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 1 mg/L

12

Arsen

mg/L

0,05

13

kobalt

mg/L

0,2

14

barium

mg/L

1

15

Kadmium

mg/L

0,01

16

Khrom (VI)

mg/L

0,05

17

Tembaga

mg/L

0,02

Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 1 mg/L

18

Besi

mg/L

0,3

Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 5 mg/L

19

Timbal

mg/L

0,03

Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 0.1 mg/L

20

Mangan

mg/L

0,1

21

Air Raksa

mg/L

0,001

22

Seng

mg/L

0,05

Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 5 mg/L

23

Khlorida

mg/L

-

24

Sianida

mg/L

0.02

25

Flourida

mg/L

0,5

26

Nitrit sebagai N

mg/L

0,6

Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 1 mg/L

27

Sulfat

mg/L

400

28

Khlorida bebas

mg/L

0,03

Bagi ABAM tidak dipersyaratkan

29

S sebagai H2S

mg/L

0,002

Pengolahan air minum secara konvensional ≤ 0.1 mg/L

MIKROBIOLOGI

30

Fecal Coliform

Jml/100 ml

100

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal

31

Total Coliform

Jml/100 ml

1000

coliform ≤ 2000jml/100 ml dan total coliform ≤ 10000 jml/100 ml

RADIOAKTIVITAS

32

Gross-A

Bq/L

0,1

33

Gross-B

Bq/L

1

KIMIA ORGANIK

34

Minyak dan Lemak

ug/L

1000

35

Deterjen sebagai MBAS

ug/L

200

36

Fenol

ug/L

1

37

BHC

ug/L

210

38

Aldrin/Dieldrin

ug/L

17

39

Chlordane

ug/L

3

40

DDT

ug/L

2

41

Heptachlor dan Heptachlor epoxide

ug/L

14

42

Lindane

ug/L

50

43

Methoxychlor

ug/L

35

44

Endrin

ug/L

1

45

Toxaphan

ug/L

5


Keterangan :

mg = milligram

ug = mikrogram

ml = milliliter

L = liter

Bq = Bequerel

MBAS = Methylen Blue Aktive Substance

ABAM = Air baku untuk air minum

Logam berat merupakan logam tgerlarut

Nilai diatas merupakan nilai maksimum kecuali untuk pH dan DO

Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum

Nilai DO merupakan nilai minum

Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan

Tanda ≥ adalah lebih besar atau sama dengan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar